Tuesday, 18-8-2020 17:34 89
Kementerian Perhubungan mengaku masih menunggu kelanjutan wacana hapus syarat hasil pemeriksaan rapid test bagi penumpang pesawat. Saat ini, belum ada tindak lanjut dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 soal wacana tersebut.
"Belum ada (kelanjutan), itu di satgas karena surat edaran dari mereka, kami hanya implementasi di lapangan, misalnya di pesawat, di kapal, di kereta seperti apa," ungkap Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/8).
Lebih lanjut, Novie menyatakan posisi Kemenhub dalam wacana ini juga tidak bisa memberi rekomendasi mengenai perlu atau tidaknya kebijakan rapid test bagi penumpang pesawat dilanjutkan. Sebab, kebijakan merujuk pada indikator penyebaran virus corona atau covid-19.
Di sisi lain, Novie menilai sah-sah saja bila wacana ini sempat mendapat dukungan dari para pelaku industri penerbangan, khususnya para maskapai. Hanya saja, Kemenhub perlu menunggu keputusan satgas. "Itu sudah ada penelitiannya juga, yang lebih tahu dan mekanismenya ada di satgas. Kami tidak dalam posisi memberi rekomendasi atau tidak," katanya.
Sementara, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito belum bisa memberi informasi mengenai sejauh mana pembahasan wacana penghapusan syarat rapid test bagi penumpang pesawat. "Masih dibahas dan belum selesai," tuturnya.
Para maskapai sendiri menyambut positif wacana penghapusan rapid test bagi penumpang pesawat. Hal ini dinilai bisa meningkatkan minat masyarakat untuk berpergian tanpa terbeban syarat tersebut.
Toh, industri penerbangan sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat."Kembali lagi saya melihatnya bagaimana masyarakat percaya dengan keadaan yang sudah aman. Seandainya ini bisa mempengaruhi rasa aman, animo masyarakat akan meningkat," terang Direktur Produksi PT Citilink Indonesia Erlangga Sakti.
Ketua Bidang Kargo INACA Muhammad Ridwan menyebut beban biaya rapid test kerap menjadi alasan calon penumpang mengurungkan minat terbang mereka karena ekonomi tengah lesu.
"Cost (biaya) menjadi beban juga, meski sehat dengan kondisi ekonomi sekarang orang menjadi enggan (bepergian), rapid menambah beban tiket," ucap Ridwan.
Jika dominan kebutuhan masyarakat adalah mobilitas, ia menilai persyaratan wajib rapid test dapat dievaluasi. Namun, jika dominasi ada pada urusan kesehatan, sebaiknya peraturan tetap diterapkan.
Sementara, Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II Muhammad Awaluddin menyebut pemerintah harus mengkaji dominasi kebutuhan masyarakat sebelum mengambil keputusan.
"Kembali lagi pada akhirnya disiplin pelaku baik yang terbang, mau pun yang menerbangkan atau yang menyiapkan penerbangan. Kalau bisa terjadi, positif lah," kata Awaluddin. (Yoy)
Sumber : CNN Indonesia