Monday, 27-7-2020 11:44 199
Musim kemarau identik dengan suhu panas di siang hari dan dingin di malam harinya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Masih berdasarkan penjelasan Herizal, saat musim kemarau terutama saat menjelang dan puncaknya, pada umumnya langit terlihat cerah sepanjang hari, baik siang maupun malam.
Ini memuat radiasi matahari tidak terhalang dan bisa masuk ke permukaan Bumi sehingga siang hari di musim kemarau terasa hangat bahkan panas.
Sebaliknya, saat malam tiba, radiasi Bumi yang lepas ke angkasa luar juga akan berlangsung dengan optimal, karena kondisi langit yang cerah.
"Ketika malam hari radiasi yang diterima dari Matahari nol, sedangkan radiasi Bumi yang lepas ke angkasa maksimal. Pada kondisi seperti ini kondisi udara pada malam hari menjelang dan pada puncak kemarau lebih dingin dibanding kondisi udara malam hari di musim hujan," jelas Herizal.
Sementara itu, prakirawan cuaca BMKG, Nanda Alfuadi menyebutkan, faktor yang membuat suhu dingin di musim kemarau salah satunya karena kandungan uap di atmosfer yang cukup rendah.
"Kandungan uap air di atmosfer yang cukup rendah di wilayah Indonesia bagian selatan dalam beberapa pekan ini menyebabkan radiasi gelombang panjang dari Bumi yang dapat menghangatkan atmosfer Bumi lapisan bawah, terlepas ke angkasa," kata Nanda.
Oleh karena itu, energi penghangat ini jumlahnya akan lebih kecil dibandingkan saat kandungan uap air di atmosfer cukup tinggi.
Selain itu, ada faktor lain yang membuat wilayah di bagian selatan Indonesia terasa dingin belakangan ini.
Faktor itu adalah kecepatan angin dari selatan.
"Kondisi atmosfer yang cukup kering tersebut diperkuat dengan kecepatan angin dari selatan Indonesia yang cukup kuat sehingga seolah udara di Indonesia bagian selatan terasa semakin dingin," kata Nanda.
Meski sudah terasa cukup dingin, namun menurutnya saat ini belum lah sampai pada puncak musim kemarau.
Dengan kata lain, suhu dingin masih bisa terus meningkat seiring masuk ke puncak musim.
"Diperkirakan pada Agustus dan awal September nanti kondisi dingin akan semakin terasa di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT," jelas Nanda. (Yoy)
Sumber : kompas.com