Saturday, 22-1-2022 07:59 83
Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) merespons keputusan Kementerian Hukum dan HAM untuk merevisi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Sebelumnya pada 20 Januari, Kemenkumham menyebut dalam pernyataannya yang diterima CNNIndonesia.com bahwa mereka tengah membahas revisi Permenkumham tersebut.
Sejumlah poin dibahas dalam pertemuan yang melibatkan perwakilan 11 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tersebut, mulai dari potongan royalti hingga pengelolaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Dalam pernyataan revisi itu, Kemenkumham menyebut potongan royalti akan kembali menjadi 20 persen sehingga pemilik Hak Cipta akan memperoleh royalti sebesar 80 persen secara utuh. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Wakil Ketua AMPLI, Cholil Mahmud mengatakan pihaknya mengapresiasi perubahan potongan yang dibebankan atas royalti para musisi dan LMKN.
AMPLI menilai penetapan potongan royalti kembali menjadi 20 persen merupakan keputusan yang tepat karena sesuai dengan dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Kalau dari rilisnya, itu menyelesaikan beberapa yang disuarakan AMPLI dan mungkin teman-teman lain juga," ujar Cholil kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (21/1).
"Ada beberapa hal yang cocok dengan itu, yaitu potongan 20 persen itu dikembalikan lagi ke awal. Jadi tidak bertentangan dengan UU Hak Cipta," lanjutnya.
Perihal potongan royalti ini sebelumnya menjadi salah satu sorotan AMPLI. Aliansi tersebut menilai potongan 20 persen yang dipatok pihak ketiga lalu ditambah 20 persen yang telah dipotong oleh LMK terasa tidak adil bagi musisi.
Once Mekel selaku anggota AMPLI, dalam pernyataan sikap AMPLI beberapa waktu lalu, juga menilai LMKN dan LMK tidak berkomunikasi dengan baik dalam mengelola royalti.
"Dalam UU Hak Cipta, 20 persen bagian untuk digunakan oleh LMKN dalam menyalurkan royalti itu, tapi dalam pasal 21 Peraturan Menteri 2021 LMK tetap memiliki 20 persen, LMKN 20 persen juga, jadi 40 persen. Kenapa itu bisa terjadi? Saya menduga bahwa tidak ada komunikasi LMKN dan LMK," kata Once.
Selain potongan royalti, AMPLI juga mengapresiasi keputusan untuk mengubah kedudukan komisioner LMKN. Komisioner lembaga tersebut akan berasal dari perwakilan LMK. Sebelumnya, Komisioner LMKN dipilih melalui panitia seleksi.
Selain itu, Kepala Sub Direktorat Pelayanan Hukum Dan Lembaga Manajemen Kolektif Agung Damarsasongko menyebut peraturan baru nantinya akan mengatur pembentukan tim pengawas yang bertugas mengaudit kinerja LMKN.
Tim pengawas tidak hanya berasal dari kementerian, tetapi juga melibatkan pihak terkait pencipta serta pakar musik. Namun AMPLI menilai tidak hanya LMKN yang perlu diawasi.
"LMK sendiri harus diawasi dengan ketat. Apalagi sekarang nambah jadi 11, sebelumnya sedikit. Jadi LMK sendiri sebagai lembaga yang diwakili di LMKN harus sudah lebih bersih dari LMKN," ujar Cholil.
"LMK yang enggak audit, enggak benar, pembagian distribusinya enggak jelas, perhitungannya enggak jelas. Itu dievaluasi. Kalau perlu dengan mekanisme yang disetujui misalnya diberi peringatan, kalau enggak dicabut izinnya," lanjutnya. (Yoy)
Sumber : CNN Indonesia