Saturday, 20-3-2021 16:25 68
Pasal 27 dalam UU ITE dinilai banyak menelan 'korban' oleh sejumlah kalangan. Partai Demokrat pun merasa Pasal 27 hingga 29 UU ITE membuat masyarakat resah karena jadi alat kriminalisasi.
"Dalam beberapa waktu belakangan ini, tidak bisa dipungkiri perkembangan dan penerapan UU ITE, khususnya Pasal 27, 28, dan 29 memunculkan keresahan di masyarakat, bahkan menjadi alat kriminalisasi, saling melapor satu sama lain. Banyak masyarakat biasa, tokoh dan bahkan jurnalis yang ikut terjerat dan menjadi korban," kata Kepala Departemen Hukum & HAM DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto kepada wartawan, Sabtu (20/3/2021).
Khusus pada Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Didik menilai pasal ini multitafsir dan penerapannya kerap tak merujuk KUHP. Didik menilai penerapan pasal ini kerap bukan dari pihak korban langsung.
"Ditambah pasal ini juga kerap digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap konten jurnalistik. Pada praktiknya sangat potensial Pasal 27 ayat (3) ini juga dikhawatirkan bisa digunakan untuk membungkam suara-suara kritis," sambungnya."Muatan dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE terlalu luas dan multitafsir. Muatan yang terlalu luas dan multitafsir ini, tidak jarang dalam penerapannya justru tidak merujuk pada pasal 310-31 KUHP yang seharusnya hanya dapat diproses dengan aduan dari pihak korban langsung dan tidak boleh menyerang penghinaan apabila demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri," ujar Didik.
Sementara pada Pasal 28 ayat 2 UU ITE, Didik juga menilai pasal ini memiliki tafsir yang cukup luas. Kritik warga, kata Didik, bisa ditafsirkan sebagai penghinaan menggunakan pasal ini.
Oleh sebab itu, Didik menempatkan Pasal 27 dan 28 dalam UU ITE sebagai pasal karena. Didik meminta kedua pasal itu direvisi atau dicabut dari UU ITE."Sedangkan pasal 28 ayat 2 terkait penyebaran informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) tafsirnya juga sangat sangat luas dan multitafsir. Suatu kritikan bisa dianggap menghina, bahkan bisa dianggap menyebar informasi dengan tujuan menimbulkan rasa kebencian. Ini akan menimbulkan distorsi dalam konteks kebebasan berpendapat dan mengeluarkan kritik, yang bisa berpotensi membungkam dan memberangus demokrasi," ucap Didik.
"Secara prinsip saya setuju apabila pasal-pasal karet seperti pasal 27 dan 28 dipertimbangkan untuk direvisi dan/atau dicabut dari UU ITE. Namun upaya untuk terus menghadirkan cyber space yang terbebas dari fake, hate speech dan hoax menjadi kebutuhan dasar dalam perkembangan digital saat ini, selain penegakan hukumnya sendiri," sebut Didik. (Yoy)
Sumber : detiknews